Walhi Papua Bersama Mahasiswa Papua Menggelar Diskusi Publik Bahas Melanggar Hak-hak Masyarakat Adat Papua

0
83
Diskusi membedah pendekatan militerisme dalam PSN, pelanggaran hak masyarakat adat Marind dan sebagai penunjang krisis iklim di Aula USTJ, Kota Jayapura, Papua pada Sabtu (30/11/2024).

JAYAPURA, WALHI PAPUA – Mahasiswa Papua mengelar Diskusi Publik dengan tema Membeda Praktek Militerisme dalam mengelolah PSN di Merauke yang melanggar hak-hak masyarakat adat Papua Pemulus Krisis Alam di Aula Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Sabtu, (30/11/2024).

Diskusi publik tersebut hadir juga narasumber dari, Direktur LBH Papua Emanuel Gobay SH., M.H, Direktur WALHI Papua Maikel Primus Peuki, Ketua IMMER Kasimirus Chambu dan Green Papua Frengky Edowai.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura yang menggelar diskusi terkait keterlibatan militer dalam pengelolaan Proyek Strategis Nasional di Merauke Papua Selatan. Keterlibatan militer dalam PSN dinilai telah melanggar hak masyarakat adat Marind dan dan juga berdampak pada krisis iklim.

Poster Diskusi Publik – Dok

Direktur Eksekutif Walhi Papua Maikel Peuki, pada kesempatan yang sama mengatakan di Papua, hampir ratusan juta ijin perusahaan yang sudah dicapai, baik itu perusahaan sawit hingga perusahaan kayu. Diketahui, perusahan sawit telah membuka lahan yang dibuka cukup besar dan itu ada di hutan-hutan di Papua.

“Dampak yang ditimbulkan PSN di wilayah Merauke dan juga di beberapa wilayah itu akan memicu konflik dan semakin memperuncing ketegangan antara masyarakat adat Papua dengan negara bersama pihak perusahaan,” katanya

Ia juga mengatakan, proyek-proyek besar yang digagas pemerintah Indonesia dengan atas nama pembangunan ekonomi, justru telah mengabaikan hak-hak dasar masyarakat adat. Khususnya terkait pengelolaan tanah adat yang sejak lama dijaga dan dikelola secara turun-temurun. Dampaknya akan terjadinya krisis iklim dan pemanasan global.

PSN di Papua lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dan pembangunan daripada mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Proyek-proyek besar yang dilakukan pemerintah hanya menguntungkan perusahaan dan sekelompok orang tertentu.  Sementara masyarakat adat terpinggirkan dan kehilangan akses terhadap tanah dan sumber daya alam yang menjadi haknya.

“Ini tugas kita sebagai anak muda yang sudah belajar banyak hal, pulang ke kampung masing-masing kasih tau, berikan pengertian kepada orang tua kita bahwa setiap investasi yang masuk ke wilayah adat kita, itu hanya merusak ruang hidup mereka,” katanya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua,  Emanuel Gobay, saat diskusi membedah pendekatan militerisme dalam PSN, pelanggaran hak masyarakat adat Marind dan sebagai penunjang krisis iklim  TNI membentuk Yonif penyangga daerah rawan di lima wilayah di Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Namun berdasarkan pemantauan LBH Papua,  hal tersebut menimbulkan kekhawatiran dan  ketakutan masyarakat.

“Apalagi masyarakat adat yang terdampak PSN, pengembangan pangan dan energi di Merauke Papua Selatan,” katanya.

Ia mengatakan lima Batalyon yang membekap PSN di Papua terdapat di lima daerah yaitu Yonif 801 atau Ksatria Yudha Kentswuri bermarkas di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua dan Yonif 802 atau Wimane Mambe Jaya bermarkas di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua. Yonif 803 Nduka Adyatma Yuddha bermarkas di Kabupaten Boven Digoel di Provinsi Papua Selatan, Yonif 804 Dharma Bhakti Asasta Yudha bermarkas di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan serta Yonif 805 Ksatria Satya Waninggap bermarkas di Sorong, Papua Barat Daya.

“TNI ada dalam PSN di Papua melanggar UU TNI mereka sendiri, karena tidak diatur mendukung program ketahanan pangan. Maka jelas-jelas menunjukkan, tindakan Panglima TNI resmikan lima Batalyon Infanteri (Yonif) Untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan Pemerintah adalah tindakan pelanggaran Tugas Pokok TNI sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat (1), ayat (2), Undang Undang Nomor 35 Tahun 2004 Tentara Nasional Indonesia,” katanya.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here