Walhi Papua Harapkan Uskup Bernardus Baru Lindungi Masyarakat Adat dari Ancaman Ekologis

0
5
Pastor Dr Bernardus Bofitwos Baru, OSA sebagai Uskup Timika di Tanah Papua - Dok

Rilis – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) PAPUA
10 Maret 2025

WALHI PAPUA, Maikel Peuki sebagai direktur eksekutif daerah memberi apresiasi tinggi kepada Paus Fransiskus di Vatikan, Roma yang ada hari ini Sabtu, 8 Maret 2025 pukul 12:00 siang waktu Roma atau pukul 20:30 wit telah menetapkan seorang Anak Adat Papua Asli atas nama Pastor Dr Bernardus Bofitwos Baru, OSA sebagai Uskup Timika di Tanah Papua.

Ini merupakan Kepercayaan yang diberikan oleh Pemimpin Gereja Katolik Roma kepada Pastor Dr Bernadus Bofitwos Baru, OSA adalah pula merupakan kepercayaan kepada Orang Papua Asli untuk ikut terlibat dalam memimpin dan sekaligus menjalankan roda organisasi Gereja Katolik Roma di Tanah Papua, khususnya di Keuskupan Timika.

Status Timika sebagai Ibukota Kabupaten Mimika di wilayah Provinsi Papua Tengah akan menjadi perhatian Uskup Timika. Pula situasi lokal Timika dimana terdapat sebuah Mega Industri Tembagapura yang dikelola oleh PT.Freeport Indonesia, juga terdapat Perusahan sawit dan Perusahan Industrik Kayu Hutan Log (HPH) yang berada di wilayah adat suku kamoro di daerah kampung iwaka, kiura sampai ke kamoro dan kapira.

Bahkan berbagai instalasi Piri dan Militer yang tersebar di wilayah perkotaan hingga ke kawasan operasi PT Freeport Indonesia dan pengelolahan lahan bakal menjadi isu hangat bagi masyarakat adat Papua di wilayah kamoro dan agumee yang senantiasa masuk dalam jangkauan perhatian dan analisa Keuskupan Timika.

Oleh sebab itu, dengan latar belakang pendidikan doktoral di Universitas Urbanium Roma tahun 2017 yang di dapat oleh Uskup Timika Dr Bernardus Bofitwos Baru mampu membawa umat Katolik di wilayah pelayanannya ke arah yang Tuhan Yesus Kristus kehendaki serta dapat memberi perlindungan masif bagi umat katolik di Timika dan sekitarnya dalam wilayah pelayanan Keuskupan Timika.

Ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2015, yang berfokus pada isu lingkungan hidup dan bagaimana umat Katolik harus merespon tantangan-tantangan ekologis saat ini. Penerapan ajaran Laudato Si’ bagi umat Katolik dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain:

1. Kesadaran Ekologis Pribadi:
• Menghargai Alam: Umat diajak untuk menghargai ciptaan Tuhan dengan menjaga lingkungan sekitar mereka, seperti mengurangi penggunaan plastik, membuang sampah pada tempatnya, dan mendukung pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
• Gaya Hidup Sederhana: Laudato Si’ mengajak umat untuk menjalani gaya hidup yang lebih sederhana dan mengurangi konsumsi berlebihan, yang bisa merusak bumi. Hal ini bisa berupa pengurangan pemborosan energi, air, atau bahan makanan.

2. Pendidikan Lingkungan:
• Mengedukasi Keluarga dan Komunitas: Umat dapat menerapkan ajaran Laudato Si’ dengan mengedukasi keluarga, teman, dan komunitas mereka tentang pentingnya menjaga bumi. Ini bisa dimulai dengan kegiatan sederhana seperti menanam pohon, melakukan kampanye penghematan energi, atau mengurangi jejak karbon.
• Melibatkan Generasi Muda: Paus Fransiskus menekankan pentingnya melibatkan anak muda dalam upaya pelestarian alam, sehingga mereka bisa lebih peduli terhadap masa depan lingkungan. Gereja dapat mendukung pendidikan lingkungan baik di sekolah-sekolah maupun dalam kegiatan kelompok muda di paroki.

3. Keterlibatan Sosial dan Keadilan Ekologis:
• Advokasi untuk Kebijakan Lingkungan: Umat dapat mendukung kebijakan yang mendukung pelestarian alam, seperti menggunakan energi terbarukan atau memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terdampak oleh perubahan iklim. Gereja bisa berperan sebagai jembatan antara umat dan pembuat kebijakan untuk memperjuangkan lingkungan.
• Perhatian terhadap Masyarakat Miskin: Laudato Si’ juga menekankan bahwa perubahan iklim dan kerusakan lingkungan sering kali mempengaruhi orang miskin lebih banyak. Oleh karena itu, gereja dapat terlibat dalam mendukung proyek-proyek yang membantu kelompok yang terpinggirkan dalam menghadapi dampak lingkungan.

4. Pelestarian Sumber Daya Alam:
• Berkelanjutan dalam Pengelolaan Alam: Laudato Si’ mendorong umat untuk tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Umat dapat berperan dalam menjaga keberlanjutan alam dengan mendukung pertanian organik, pengelolaan air yang bijak, dan upaya-upaya pelestarian keanekaragaman hayati.

5. Doa dan Refleksi Spiritualitas Lingkungan:
• Doa untuk Bumi: Umat Katolik dapat mendoakan bumi dan ciptaan Tuhan melalui doa-doa khusus yang berfokus pada pelestarian alam, serta berdoa untuk mereka yang menderita akibat bencana alam dan perubahan iklim.
• Retret dan Refleksi: Umat juga dapat mengadakan retret atau pertemuan yang berfokus pada ajaran Laudato Si’, untuk lebih memahami hubungan antara iman dan ekologi. Dengan cara ini, umat dapat memperdalam panggilan mereka untuk menjadi penjaga ciptaan Tuhan.

6. Penggunaan Teknologi yang Bijaksana:
• Teknologi yang Ramah Lingkungan: Laudato Si’ mengajak umat untuk menggunakan teknologi yang mendukung keberlanjutan dan ramah lingkungan. Misalnya, mendukung inovasi teknologi yang mengurangi polusi atau memperkenalkan praktik berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan:
Penerapan Laudato Si’ bagi umat Katolik bukan hanya tentang menjaga lingkungan tetapi juga melibatkan aspek moral dan spiritual yang mendalam, yaitu tanggung jawab bersama dalam menjaga ciptaan Tuhan. Dengan melibatkan diri dalam upaya-upaya pelestarian alam, umat tidak hanya menjalankan ajaran gereja, tetapi juga menjadi agen perubahan yang bertanggung jawab untuk masa depan bumi dan kehidupan bersama.

WALHI Papua akan senantiasa menempatkan diri sebagai mitra strategis bagi Gereja Katolik Roma secara umum, dan khususnya Keuskupan Timika di masa kini dan masa depan bagi kepentingan perlindungan Hak Masyarakat Adat Papua Asli dan Hutan Tropis yang masih rimbah di Tanah Papua.

Direktur WALHI Papua | Maikel Peuki – 082248000233

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here