Koalisi Masyarakat Sipil dan Adat Gugat UU Ciptaker di MK: Tolak PSN yang Rugikan Rakyat

0
82
Papuan Indigenous People from the Awyu tribe donned traditional body paint and bird of paradise headdresses join together with activists, hold a protest in front of Presidential Palace in Jakarta.

WALHI PAPUA — Mahasiswa, masyarakat adat, dan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) bersatu menyuarakan penolakan terhadap pasal-pasal Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Mereka kembali menghadiri sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (25/8/2025), setelah sidang ketiga sempat tertunda karena absennya Presiden dan DPR RI sebagai pihak terkait.

Sidang Ke-III Tertunda, Kritik Meningkat

Sidang ke-III pada 19 Agustus 2025 dijadwalkan untuk mendengar langsung keterangan Presiden dan DPR terkait pasal “kemudahan dan percepatan PSN” dalam UU Ciptaker. Namun, karena pemerintah mengaku belum siap dan DPR tidak hadir, MK menunda persidangan hingga 25 Agustus 2025. Penundaan ini memicu kritik dari mahasiswa dan masyarakat adat yang menilai pemerintah tidak serius menghadapi persoalan konstitusional ini.

Gugatan: UU Ciptaker Rugikan Rakyat dan Lingkungan

Permohonan judicial review dilayangkan pada 4 Juli 2025 oleh delapan organisasi masyarakat sipil, satu individu, dan 12 korban PSN dari berbagai daerah, termasuk petani, nelayan, akademisi, dan masyarakat adat.

Dalam berkas permohonan, mereka menilai sejumlah pasal—antara lain Pasal 3 huruf d, Pasal 123 angka 2 huruf u, Pasal 173, dan Pasal 31—bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D, Pasal 28H, dan Pasal 33. Aturan-aturan tersebut dianggap memberi kewenangan berlebihan kepada pemerintah untuk menetapkan PSN tanpa partisipasi publik, tanpa pengawasan ketat, serta tanpa jaminan ganti rugi yang adil.

“Judicial review ini bukan sekadar soal pasal, tapi soal arah pembangunan Indonesia yang seharusnya adil dan menghormati hak konstitusional masyarakat,” tegas kuasa hukum YLBHI dalam sidang.

Dampak Proyek PSN: Dari Merauke hingga Rempang

Koalisi GERAM memaparkan sederet proyek yang dinilai merugikan masyarakat, antara lain:

  • Food Estate Merauke (MIFEE): Ribuan hektar tanah adat beralih ke perkebunan skala besar, memicu konflik sosial dan kerusakan lingkungan.
  • Rempang Eco City (Kepri): Penggusuran paksa, trauma sosial, dan keberadaan posko militer memicu protes keras.
  • Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara (KIHI): Kritik terkait penggunaan batu bara, intimidasi masyarakat adat, dan diskriminasi tenaga kerja.
  • Proyek di IKN, Sulawesi Tenggara, dan Bendungan Bener: Dituding mengabaikan hak masyarakat, memicu kriminalisasi, serta polusi lingkungan tanpa kompensasi layak.

Aksi Simbolik dan Harapan di Sidang Ke-IV

Sebelum memasuki ruang sidang MK, mahasiswa dan masyarakat adat menggelar ritual adat dengan membawa lumpur dari tanah adat Merauke sebagai simbol duka dan protes atas perampasan lahan.

Mereka juga meluncurkan petisi daring bertajuk “Hentikan PSN Perampas Kehidupan Rakyat” yang mendesak pembatalan pasal-pasal bermasalah dalam UU Ciptaker.

Sidang ke-IV diharapkan menghadirkan Presiden dan DPR untuk memberikan penjelasan substantif. Koalisi GERAM menegaskan bahwa pembangunan seharusnya berpihak pada rakyat, bukan semata pada kepentingan investasi. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here