WALHI PAPUA — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua menyatakan dukungan penuh terhadap gugatan masyarakat adat atas Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam rilis yang diterima media, WALHI Papua menegaskan bahwa proyek-proyek skala besar yang masuk kategori PSN telah merampas ruang hidup masyarakat adat, menghancurkan ekosistem hutan, dan mengancam masa depan generasi Papua.
“Gugatan ini adalah langkah penting untuk melawan kebijakan sepihak yang dibuat penguasa bersama oligarki. Kebijakan ini secara legal menguntungkan investor tetapi secara nyata merugikan masyarakat adat,” tegas Direktur WALHI Papua, Maikel Peuki.
Soroti Pendekatan Militer di Merauke
WALHI Papua bersama mahasiswa Papua di Jayapura juga menggelar diskusi mengenai pendekatan militer dalam pengelolaan PSN di Merauke. Mereka menilai kebijakan itu melanggar hak komunitas adat Marind serta memperparah krisis iklim.
“Proyek PSN sering mengabaikan hak adat dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Dampaknya sangat serius bagi lingkungan: pencemaran air, udara, dan tanah, serta hilangnya habitat satwa,” ujar Maikel.
Hak Atas Pembangunan Harus Dihormati
WALHI menekankan bahwa hak atas pembangunan merupakan hak fundamental yang berakar pada Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, serta Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHSP) dan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB).
Deklarasi Hak Atas Pembangunan yang disahkan Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. 41/128 pada 4 Desember 1986 menegaskan bahwa setiap individu dan seluruh umat manusia memiliki hak untuk berpartisipasi dan menikmati pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
“Pemerintah Indonesia harus mendengar masyarakat adatnya, menghargai hak atas tanah dan lingkungan, serta menghentikan PSN yang merusak alam sekaligus menghilangkan ruang hidup makhluk hidup,” ujar Maikel.
Sidang Judicial Review di MK
Hari ini, masyarakat adat terdampak PSN menghadiri sidang keempat di Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Presiden dan DPR RI terkait permohonan uji materi pasal-pasal tentang “kemudahan dan percepatan PSN” dalam UU Cipta Kerja.
Permohonan judicial review ini diajukan pada 4 Juli 2025 oleh delapan organisasi masyarakat sipil bersama 13 korban terdampak langsung PSN, yang menilai proyek seperti Rempang Eco City, Food Estate di Merauke, Kawasan Industri Sulawesi Tenggara, Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara, dan IKN Kalimantan Timur telah menimbulkan dampak serius berupa penggusuran paksa, kerusakan lingkungan, kriminalisasi warga, hingga hilangnya hak atas pangan.
Rangkaian Kegiatan di MK
Sejumlah agenda digelar di depan Gedung MK Jakarta pada Selasa (19/8/2025), meliputi:
-
Ritual adat dan doa bersama sebelum sidang;
-
Persidangan mendengar keterangan Presiden dan DPR;
-
Konferensi pers oleh para pemohon dan korban PSN setelah sidang.
WALHI Papua berharap Mahkamah Konstitusi dapat membuat keputusan yang adil dan berpihak kepada masyarakat adat serta kelestarian lingkungan hidup.(*)