WALHI PAPUA Kecam Kerusakan Hutan adat Akibat Explorasi Skala Besar di Tanah Papua

0
22
WALHI PAPUA Kecam Kerusakan Hutan adat Akibat Explorasi Skala Besar di Tanah Papua

WALHI PAPUA –  Wahana Lingkungan Hidup Walhi Papua mengecam adanya eksplorasi besar-besaran terhadap sumber daya Alam Papua, seperti Tambang, Nikel, Kayu dan Migas di Tanah Papua, sehingga terjadinya kerusakan hitam adat besar-besaran tampa terkontrol.

Hal tersebut di sampaikan Direktur Walhi Papua Maikel Peuki, mengamati maraknyan explorasi yang di lakukan dengan skala besar di tanah Papua mulai dari tambanh emas, nikel, ilegal logging, ilegal mining, explorasi migas, fenomena ini terjadi, bertepatan dengan pemekaran wilayah otonomi baru di Papua, yang membagi Papua menjadi 6 provinsi sehingga barang tentu ini merupakan pintu masuk investasi dan kerusakan lingkungan terutama hutan adat Papua.

” Hutan di tanah Papua semakin menipis, Papua barat yang kaya akan ekowisatanya laut dan daratnya kini terancam oleh aktivitas perusahan Nikel di wilayah GAG Raja Ampat, sangat miris” ungkap Direktur WALHI Papua Maikel Peuki, kamis, (6/2/2025).

Maikel Peuki mengatakan, adanya temuan menemukan masyarakat adat Papua menjadi korban kebijakan pemerintah dengan mendatangkan investor guna merusak hutan sebagai mata pencaharian masyarakat lokal yang notabene sangat bergantung kepada alam dan hutan.

“Pemerintah Pusat ingin memaksa perusahan-perusahan besar seperti Migas, Nikel dan Sawit ini harus ada di Papua, sama saja Pemerintah ingin Papua di penuhi investor kotor dan mematikan ” Kata Direktur WALHI Papua Maikel Peuki
Kenyataan ini menurutnya dampaknya akan menyebabkan kerusakan besar pada kesehatan, mata pencaharian, tercemarnya laut dan pantai, ekosistem lokal serta akan mengeluarkan berton-ton karbondioksida ke atmosfer yang selama ini di hasilkan dari hutan adat.

Walhi melihat, Pemerintah Pusat seakan mengabaikan dampak sosial dan lingkungan dari keberadaan investor di tanah Papua. Negara hanya mementingkan investasi dibanding dampak yang merusak tatanan kehidupan masyarakat adat di Papua.

“Masalah dampak sosial dan lingkungan soal keberadaan perusahaan migas, nikel, dan sawit ini memang harus mendapat perhatian serius. Faktanya, kondisi masyarakat adat Papua saat ini masih hidup dan masih memprihatinkan” tuturnya.

Menurut data dari Badan Geologi, per Desember 2020, sumber daya nikel yang masih tersedia sebesar 13,7 miliar ton bijih, dengan total cadangan terbukti sebesar 4,6 miliar ton bijih.

Walhi berharap mestinya penting sekali pemerintah melakukan evaluasi dan review menyeluruh seluruh izin-izin perusahan di tanah Papua mendorong pelaksanaan AMDAL perusahaan secara terbuka dbahas dengan melibatkan masyararakat adat Papua pemilik tanah adat dan pihak terkait.

Negara tidak semena-mena merampas dan merusak hutan masyarakat adat, selain itu keberadaan hutan Papua menjaga kestabilan suhu di Indonesia. Selain itu hutan Papua juga menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna.

Banyak di antaranya endemik dan beberapa di antaranya masih baru untuk ilmu pengetahuan. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here