Siaran Pers : MERESPON PERPRES 109/2020 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PSN

0
258

Pada 17 November 2020 presiden menandatangani Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Pendemi covid 19 yang mengakibatkan semua asumsi pertumbuhan ekonomi dan proyeksi pemerintah meleset jauh dari target tidak membuat pemerintah sadar dan mengoreksi psn. PSN berjalan seolah semua berjalan normal dan tidak ada dampak dari pendemi covid 19

Terbitnya Perpres ini lagi-lagi mengatasnamakan pemulihan ekonomi, sayangnya tidak Nampak upaya perlindungan lingkungan hidup yang semakin di ujung tanduk, tidak ada juga upaya mengevaluasi dampak Proyek Strategis Nasional. Secara umum ada tiga hal mendasar dalam kebijakan proyek strategis nasional, secara khusus yang tertuang dalam Perpres 109/2020.

Pertama, pengabaian terhadap lingkungan hidup. Dalam Perpres ini tercermin dalam kebijakan OSS (Online Single Submission), mekanisme tersebut memungkinkan berjalannya operasi PSN hanya dengan pernyataan komitmen terhadap penyelesaian izin lingkungan dan turunannya. Salah satu contoh kasus juga bisa dilihat dari masuknya proyek food estate sebagai Program Strategis Nasional, meskipun pembelajaran dari masa lalu, bukan hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup, tetapi bahkan kerugian negara.

Skema PSN yang berjalan saat ini juga mengabaikan prinsip kehati-hatian dini yang telah menjadi asas dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa lokasi proyek PSN yang berada pada lokasi rawan bencana dengan resiko tinggi.

Pengabaian terhadap perlindungan lingkungan hidup ini tidak berbeda jauh dengan substansi omnibus law CILAKA (UU Cipta Kerja 11/2020), dalam konteks pengelolaan juga terlihat mempertegas kewenangan Menko Bidang Perekonomian untuk melakukan perubahan daftar PSN selaku ketua KPPIP setelah mendapatkan persetujuan presiden, hal tersebut menjadi ayat tambahan dalam pasal 2 perpres ini.

Kedua, tidak ada upaya penyelesaian konflik akibat PSN. Dalam kasus ini hamper tidak ada mekanisme komplain yang dibangun secara adil dan setara, atas nama PSN seringkali hak rakyat diabaikan, dalam perpres ini lagi-lagi negara gagal memahami hak rakyat, saat kesejahteraan rakyat disimplifikasi menjadi hanya penciptaan lapangan kerja.

Penambahan pasal 24A dalam Perpres ini secara tegas menyebut pertumbuhan ekonomi dengan mengutamakan penciptaan lapangan kerja, faktanya di lapangan saat PSN hadir justru sumber penghidupan rakyat yang berkelanjutan menjadi terancam, sehingga yang terjadi justru “menciptakan” lapangan kerja dengan menghapus penghidupan yang telah ada. negara seakan abai, bahwa proyek infrastruktur hanya akan menyerap tenaga kerja pada jangka waktu pendek, tanpa memperhatikan dampak dan penghidupan dalam jangka panjang.

Ketiga, ancaman kerugian negara. Tidak ada upaya evaluasi secara serius dalam proyek PSN yang telah maupun sedang berjalan. Belum lama pada medio agustus 2020, Presiden mengeluhkan jumlah bandara yang terlalu banyak, sayangnya pada saat yang sama bandara-bandara yang “tidak laku” tersebut berdiri dengan menggusur lahan-lahan produktif pangan, justru dalam perpres ini pemain baru bandara bertambah. Pada saat yang sama program food esatate digembar-gemborkan tanpa melihat fakta banyaknya catatan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atas proyek sejenis di masa lalu, yang hanya menjadi pertimbangan di atas kerta tanpa tindak lanjut serius.

Dalam konteks kerugian negara, pola yang sama dengan Omnibus Law CILAKA (UU Cipta Kerja 11/2020) muncul, jika di Omnibus Law dimungkinkan royalti 0% di tambang, ataupun dimungkinkannya bebas PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dalam proyek Food Estate, maka dalam perpres ini gubernur DKI Jakarta diminta untuk mengenakan tarif 0% (nol persen), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan atas Proyek Strategis Nasional.

Problem berulang dari model pembangunan yang mengabaikan lingkungan hidup seperti ini harusnya tidak bisa dilanjutkan, mengutip ucapan Presiden Jokowi sendiri dalam kampanye Pilpres 2014 “negara ini berada pada titik kritis bahaya kemanusiaan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan hidup.”

Salam Adil dan Lestari

Narahubung :
1- Nur Hidayati – Eksekutif Nasional WALHI
Edo Rakhman (Koord. Kampanye +62 813-5620-8763)
Wahyu A. Perdana (Manajer Kampanye Pangan Air & Ekosistem Esensial 082112395919 )

2- Dhimas N. Hartono – WALHI Kalteng (+62 813-5270-4704)

3- Yohana Tiko – WALHI Kaltim (+62 813-5092-9213)

4- Aiesh Rumbekwan- WALHI Papua (+62 813-4452-4394)

5- Hairul Sobri – WALHI Sumatera Selatan (+62 812-7834-2402)

6- Halik Sandera – WALHI Yogyakarta (+62 852-2838-0002)

7- Muhammad Al Amin – WALHI Sulawesi Selatan (+62 822-9393-9591)

8- Saharudin – WALHI Sulawesi Tenggara (+62 812-4581-8696)

9- Tubagus Ahmad – WALHI DKI Jakarta (+62 856-9327-7933)

10- Meiki W. Paendong. – WALHI Jawa Barat (+62 857-2145-2117)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here