Hak Masyarakat Adat Dan Kepemimpinan Perempuan Terdampak Perusahaan Kelapa Sawit Kampung Kiyura dan Iwaka

0
66
lepemawi Seusai kegiatan pelatihan - Dok Walhi Papua

WALHI PAPUA dan LEPEMAWI TIMIKA melakukan kegiatan pendampingan bagi masyarakat adat suku kamoro dari kampung Kiyura dan Iwaka di Hotel Amole II. Kegiatan pelatihan berlangsung selama dua hari dengan topik Hak Atas Tanah adalah Hak Asasi dan Pelatihan Gender Kepemimpinan Perempuan kepada Masyarakat Terdampak Perusahaan Kelapa Sawit, di kampung Kiyura dan Iwaka.

Masyarakat adat merupakan tuan atas tanah yang akan menjaga dan merawat tanah dan segalah tumbuhan yang ada ditempatnya yang juga masyarakat adat yang terikat dengan tempat dimana ia (masyarakat adat) akan terikat dengan daerahnya dimana dapat menyatu dalam kaitan duniawi sebagai tempat duniawi dan rohani sebagai tempat kehidupan roh-roh leluhur.

Kegiatan ini dapat diikuti oleh masyarakat adat suku kamoro dari kampung   Kiyura dan Iwaka, sebanyak 10 orang ,5 laki-laki dan 5 di antaranya perempuan, turut di undang juga organisasi komunitas adat, komunitas perempuan, komunitas pemudah, komunitas media dan simpatisan. oleh panitia lokal   di timika sebanyak 25 orang peserta dari komunitas dan masyarakat adat yang di sebutkan di atas namun peserta yang hadir melebihi undangan sebanyak 30 orang dan ini luar biasa bagi kami karena ada kepedulihan bersama untuk melihat persoalan yang terjadi di kampung Iwaka dan kiyura terhadap masyarakat terdampak kehadiran perusahaan sawit.

Kampung Kiyura dan Iwaka berada di Kabupaten Mimika Provinsi Papua Tengah

Pelatihan ini lebuh ke pengembagan kapasitas bagi masyarakat adat untuk bagaimana masyarakat adat  melihat dan menyadari  akan  pentingnya devinisi tanah bagi mereka serta  hak-hak nya , mengenai masyarakat adat suku kamoro di kampung  Kiyura, Iwaka memahami adanya jaminan hukum secara lokal ,nasional dan internasional sebagai masyarakat adat yang  hak asasinya atas tanah di lindungi oleh hukum ,terutama ditengah-tengah keberlangsungan hidup masyarakat adat ditengah-tengah keburutalan perusahaan. Berdasarkan temuan JERAT PAPUA, bahwa 38 ribu hektar lebih yang sebelumnya merupakan hak ulayat milik masyarakat adat hanya dapat kompensasi Rp 44.444, 4 per hectare. Walaupun penembangan pembalaka terhadap hutan masyarakat adat kiyura dan Iwaka secara liar. Betahita.id

Kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi masyarakat yang sedang terdampak dan dimanipulasikan oleh kepentingan perusahaan sawit di kampung Kiyura dan Iwaka. Kegiatan yang berlangsung untuk memperkuatkan masyarakat adat ini demi dapat mempersatukan keutuhan masyarakat adat.

Banyak cerita dan kesaksian yang dapat disaksikan dalam keberlangsungan kegiatan tersebut bagaimana masyarakat adat suku kamoro di Kiyura dan Iwaka merasakan kehadiran perusahaan kelapa sawit ditengah-tengah kehidupan dan merusak setiap tiang kehidupan dan sumber hidup mereka dipengaruhi dan dirusakki oleh perusahaan.

Masyarakat diam dan menyaksikan banyak tawaran-tawaran manipulatuif yang dimainkan oleh pihak perusahaan. Salah satu bapa yang tidak ingin nama disebut menyampaikan bahwa mereka pihak perusahaan datang mengumpulkan kami dan mereka bermain licik, walaupun kami masyarakat adat sudah menolak kehadiran perusahaan tetapi mereka mengambil data dan keterangan melalui daftar kehadiran yang mereka (pihak perusahaan) sediahkan sebagai kesepakatan antara kami dan mereka (pihak perusahaan). Ternyata masyarakat adat menyadari selama ini dibohongi oleh pihak perusahaan.

Demikian dengan kegiatan ini dapat memberikan gambaran yang dapat memberikan penegasan agar kedepannya masyarakat adat di Kiyura dan Iwaka dapat lebih jelih dan dominan melihat tentang hak-haknya yang dikuasai oleh perusahaan kelapa sawit. Melihat dari kejanggalan-kejanggalan yang dipermainkan oleh pihak perusahaan selama ini menjadi teguran juga bagi pemerintah kabupaten Mimika dan Pihak Perusahaan kelapa sawit yang hanya menekan dan memainkan masyarakat adat kampung Kiyura dan Iwaka semau pihak perusahaan. Hendak ke depannya dapat melihat dan lebih membuka hati duduk bersama-sama menyelesaikan dan bersepakat dengan masyarakat adat di kampung Kiyura dan Iwaka.

Pada  kegiatan  pelatihan Gender dan kepemimpinan perempuan oleh adolfina kuum ketua Lepemawi Timika bahwa Gender merupakan konstruksi sosial atas pembagian peran, Fungsi dan Tanggungjawab Antara Laki –Laki dan Perempuan di tetapkan oleh masyarakat menurut kebiasaan masyarakat .Bentuk ketidak adilan Gender dalam masyarakat adalah Perempuan di jadikan nomor dua ,Peminggiran ,Beban ganda ,Kekerasan ,Pemberian label negatif  ,perempuan hanya  ibu rumah tangga yang bekerja pada urusan domestic ini yang di sebut budaya patriarki .

Budaya patriarki sering menjadi polemic yang sangat kental dan menjadi tolak ukur bagi perempuan untuk menjadi dan bisa memimpin atau menjadi pemimpin dengan pemahaman dan keterbatasan pemahaman bahwa perempuan selalu dipandang sebelah mata.

Namun pada dasarnya bahwa kita bersama-sama sepakat bahwa tidak selamanya perempuan dipandang lemah dan namun kenyataannya makhluk yang keras secara perasaan dan memahami situasi perkembangan manusia adalah kaum perempuan.dan ketika perempuan memberontak dalam hidupnya percayalah bahwa ada yang salah dalam kehidupan ini.

Sedikit bercerita tentang Seorang Pejuang Perempuan dari kampung iwaka dia adalah Ratna Kanereyau   perempuan asli dari suku kamoro dia adalah seorang pejuang perempuan adat,ketika perusahaan sawit PT,PALL tahun 2007 an  masuk menguasai  dan mengusur  tanah  keramatnya  seorang perempuan ratna tidak tinggal diam, dia memimpin perempuan di kampungnya dan melakukan aksi  protes  hingga sampai ke proses gugatan pengadilan atas ketidak adilan perusahaan sawit di atas tanah leluhurnya ,perjuanganya tidak sampai disitu dia juga membangun rumah adat yang besar  di samping kediamannya  dan membawah pulang  arwah moyang dan leluhur yang di usir saat perusahaan mengusur tanah keramatnya  . dari cerita ini kami melihat bahwa ratna adalah seorang perempuan namun dia  bisah membangun rumah adat untuk memberikan perlindungan dan kenyamanan untuk leluhur dan moyangnya .semoga cerita ini menjadi inspirasi buat para perempuan yang berjuang mempertahankan tanah airnya  bahwa perempuan bisah memimpin, bisah menjadi kepalah keluarga, bisah berkebun, perempuan bisah menduduki Rana Publik dan itulah tujuan gender itu  sendiri  dimana terciptanya  suatu kedudukan ,posisi dan peranan sosial perempuan yang sejajar dengan laki – laki dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat yang di sebut  kesetaraan Gender.

Catatan penting dari pertemuan ini adalah bahwa memperkuat lembaga adat  di timika karena Tanah adalah Hak Kesulungan bagi suku – suku yang mendiami wilayah mereka  ,sehingga di perlukan ketegasan dan sikap kita  untuk melihat kondisi lembaga adat itu sendiri sebaiknya lembaga adat yang terpecah belah sangat memprihatinkan percaya atau tidak kita sedang berada dalam kepunahan suatu suku bangsa ,kita sendiri yang merusak  lembaga adat itu  sehingga dia tidak mampu  menjaga kebiasaan atau wilayahnya atau rumahnya yang sedang dikotori.

Dengan demikian arahkan lembaga yang benar-benar menjaga tanah dan rumah masyarakat adat. Mulai dari pemetaan dan menghadirkan masyarakat adat atau suku atau sub suku untuk menjaga hutan adat. Supaya lebih memfokuskan pada pemetaan perlunya merangkul masyarakat yang ada di kiyura dan iwaka untuk menjaga dan merawat hutan adat. Inti dari isi Materi ini merekomendasi kepada Masyarakat Adat agar merancang peraturan Kampung (PERKAM) untuk mempersatukan hak masyarakat melalui perkam yang dapat bisa dikawal bersama-sama dari Walhi Papua, Lepemawi Timika untuk mendukung bersama tentang peraturan kampung yang dibuat oleh masyarakat adat yang ada di Kiyura Iwaka.Demi menyelamatkan suku bangsa amungme, kamoro dan lebih khusus nya masyarakat adat di kampung Kiyura dan Iwaka.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here