Masyarakat Adat Papua Harus Cerdas: Hak Menentukan Nasib Sendiri di Kampung

0
4

WALHI PAPUA — Masyarakat adat di Papua memiliki hak untuk menyetujui atau menolak kehadiran perusahaan di wilayah mereka melalui musyawarah adat, setelah perusahaan menjelaskan rencana bisnis secara transparan. Proses ini dikenal sebagai prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) atau dalam bahasa Indonesia disebut Persetujuan Tanpa Paksaan atas Dasar Informasi Awal (PADIATAPA).

Prinsip FPIC telah diakui secara internasional melalui Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Deklarasi ini menegaskan hak masyarakat adat atas penentuan nasib sendiri, partisipasi dalam pengambilan keputusan, penghormatan budaya, kesetaraan, dan nondiskriminasi.

Para ahli dan pegiat advokasi menekankan bahwa penerapan FPIC tidak hanya menjadi kewajiban hukum bagi perusahaan dan pemerintah, tetapi juga instrumen penting bagi masyarakat adat untuk melindungi tanah, budaya, dan sumber daya mereka.

“Didiklah rakyat untuk menentukan nasib sendiri,” kata seorang tokoh masyarakat adat, menegaskan pentingnya pengetahuan dan kesadaran hukum bagi komunitas adat agar tidak terjebak pada keputusan sepihak oleh pihak luar.

Kepatuhan pada prinsip FPIC menjadi salah satu kunci dalam mencegah konflik agraria, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan memastikan hak-hak masyarakat adat dihormati. Para pakar hukum dan lingkungan menilai bahwa musyawarah adat yang transparan dan partisipatif harus menjadi langkah awal setiap perusahaan yang ingin beroperasi di wilayah masyarakat adat.

Dengan pemahaman ini, masyarakat adat di Papua diharapkan lebih cerdas, kritis, dan aktif dalam menentukan nasib dan masa depan komunitas mereka sendiri, sekaligus melindungi ruang hidup dan budaya mereka dari risiko eksploitasi sepihak.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here