Pers Rilis: Ancaman bagi hutan sagu di Nendali

0
306

Nasib potensi hutan sagu di kampung Nendali, atau yang lebih dikenal dengan nama kampung Netar, tengah dalam ancaman. Persoalannya adalah kawasan hutan sagu yang merupakan ruang kelola masyarakat untuk mengambil sumber pangan lokal seperti sagu, dan tanaman konsumsi lainnya, akan dialihfungsikan atau direklamasi dengan cara ditimbun untuk kepentigan sebuah proyek pembangunan oleh seorang pengusaha yang sudah dikenal diseluruh Tanah Papua. Dari informasi yang dikumpulkan, proyek disebut Nendali City. Apa isi dari Nendali City ini? Apakah berupa perumahan (pemukiman), kawasan bisnis, perhotelan atau apapun kepentingannya, belum diketahui dengan pasti.

Aktor dibalik rencana pembangunan Nendali City ini adalah pemilik Toko Furniture yang sudah tidak asing lagi di Tanah Papua, yakni Toko Sagita Furniture. Menurut informasi, rencana pembangunan Nendali City ini dilakukan atas kerjasama dengan Citra Land Grup. Proses negoisasi antara Sagita Furniture dengan masyarakat adat pemilik kawasan hutan sagu di kampung Nendali sudah dilakukan, dan proses pelepasan adatnyapun sudah dikeluarkan oleh pihak masyarakat.

Dari informasi awal yang dikumpulkan, kawasan hutan sagu yang akan direklamasi ini ternyata menyimpan berbagai potensi sumber daya alam yang selalu dimanfaatkan oleh masyarakat adat di kampung Nendali, namun akan terancam punah, seperti; hilangnya potensi sagu sebagai sumber utama pangan lokal bagi masyarakat Nendali, hilangnya tempat utama berkembangbiaknya berbagai jenis ikan di danu Sentani khususnya di kampung Nendali, hilangnya mata-mata air yang dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat, dan hilangnya salah satu tempat sakral penting kampung Nendali yakni sebagai tempat hidup buaya yang di sakralkan.

Saat ini, aktivitas penimbunan/reklamasi sudah dilakukan. Belum diketahui apakah proyek pembangunan ini sudah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau belum. Selain itu, pelepasan kawasan hutan sagu yang sudah mulai direklamasi ini, berada tepat dibelakang papan peringatan larangan membangun di dalam kawasan hutan sagu, yang didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jayapura, Nomor 3 Tahun 2000 tentang Pelestarian Hutan Sagu dan Perda Kabupaten Jayapura Nomor 21 Tahun 2009 tentang Tata Ruang Kabupaten Jayapura. Sayangnya sejauh proyek reklamasi ini dilakukan, belum ada respon dari pemerintah kabupaten Jayapura terhadap pengrusakan kawasan hutan sagu yang akan ditimbulkan dari proyek ini.

Dalam Perda Nomor 3 Tahun 2000, pada Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa; Perlindungan dan pengawasan terhadap pengrusakan dan atau pembakaran hutansagu dilakukan oleh masyarakat, tokoh adat dan Pemerintah Daerah.Lebih lanjut dalam Pasal 12 menyebutkan bahwa; Instansi teknis berkewajiban merencanakan, mengendalikan dan mengawasi setiapkegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, badan hukum maupunmasyarakat pada lokasi hutan sagu dan sekitarnya.

Selanjutanya pada Bab VII yang mengatur tentang “LARANGAN”, pada Pasal 13 menyebutkan; Setiap orang tanpa terkecuali dilarang melakukan penebangan, pengrusakan,pembakaran dengan tujuan memusnahkan atau mematikan pohon sagu pada kawasanhutan sagu.Pasal 14 menyebutkan; ayat (1); Dilarang melakukan penjualan dan atau pelepasan tanah pada kawasan hutan sagubaik sebagian maupun seluruhnya untuk kepentingan lain yang akhirnya merusak

hutan sagu, ayat (2);Larangan dimaksud pada ayat (1) pasal ini, termasuk hak milik perorangan maupun hakmilik bersama atau hak ulayat. Dalam Pasal 15, yang masih mengatur tentang larangan, menyebut bahwa; Pemerintah, Badan Hukum dan perorangan dilarang membeli tanah pada kawasanyang terdapat hutan sagu. Untuk menguatkan larangan ini, Pasal 16 Perda Nomor 3 Tahun 2000 secara tegas melarang setiap pejabat pemerintah agar tidak terlibat dalam upaya pengalihfungsian atau pelepasan kawasan hutan sagu untuk kepentingan pembangunan apapun. Secara lengkap Pasal 16, berbunyi; Aparat Pemerintah dilarang menandatangani surat-surat pelepasan tanah dan atausurat izin membangun pada lokasi yang ditumbuhi pohon sagu.

WALHI dan FOKER memandang bahwa proses pelepasan kawasan hutan sagu di kampung Nendali bahkan di kampung-kampung lainnya disekitar danau Sentani maupun diseluruh Tanah Papua, terjadi sebagai akibat dari;

  1. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hutan sagu sebagai pangan lokal yang sangat penting bagi orang Papua, maupun banyak keunggulan lainnya yang dimiliki sagu yang dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk berbagai kepentingan,
  2. Pengusaha memanfaatkan kelemahan masyarakat, terutama untuk kepentingan sesaat, dengan menyediakan sejumlah uang untuk oknum-oknum masyarakat adat yang dengan mudah melepaskan haknya atas tanah dan kekayaan alamnya,
  3. Para pengusah sering memberikan janji-janji atau bahkan sengaja memberikan dukungan untuk menyediakan fasilitas umum di kampung, memfasilitasi kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat terbeban untuk membalas kebaikan mereka dengan menyerahkan tanah dan kekayaan alam mereka.

Dengan didasarkan pada peraturan perundang-undangan berupa Perda dilingkungan Kabupaten Jayapura, yang secara khusus mengatur tentang Perlindungan Kawasan Hutan Sagu, Walhi Papua dan FOKER LSM Papua mendorong Pemda Kabupaten Jayapura (Eksekutif dan Legislatif) untuk:

  1. Meluangkan waktu untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan (turun lapangan) agar melihat secara langsung aktifitas reklamasi/penimbunan yang sedang dilakukan oleh pihak pengusaha (Sagita Furniture).
  2. Membangun komunikasi dan dialog dengan tokoh adat, tokoh masyarakat dan warga masyarakat kampung Nendali untuk mencari jalan keluar bagi proses pelepasan kawasan hutan sagu ini, salah satunya dengan mensosialisasikan Perda Nomor 3 Tahun 2000.
  3. Memanggil pihak pengusaha (Sagita Furniture) untuk memberikan peringatan atas kelalaian, atau bahkan keengajaannya untuk mempengaruhi masyarakat melepaskan kawasan hutan sagu miliknya demi kepentingan pribadinya.
  4. Mewajibkan pihak pengusaha (Sagita Furniture) untuk menanam kembali areal hutan sagu yang telah ditimbun, karena kelalaiannya untuk mempelajari peraturan (Perda) yang berlaku di kabupaten Jayapura.
  5. Menegakkan Perda Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perlindungan Kawasan Hutan Sagu di Kabupaten Jayapura, terhadap semua pihak yang beruapaya dengan berbagai cara untuk mengalihfungsikan kawasan hutan sagu di kabupaten Jayapura.

Jayapura, 9 November 2016

Direktur WALHI Papua : Aiesh Rumbekwan (HP: 081344524394)

An. FOKER LSM Papua : Abner Mansai Ar. (HP: 0811481566)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here